Kali ini aku mau posting sebuah postingan lamaku di facebook sekitar 3 tahun yang lalu, berhubung sekarang lagi bulan Ramadhan rasanya postingan seperti ini layak aku repost untuk mengingatkan kita tentang hal-hal kecil.
Postingan aslinya bisa kalian klik DISINI
Oke langsung saja keceritanya.
Bocah itu menjadi pembicaraan dikampung Kedoya. Sudah tiga
hari ini ia mondar-mandir keliling kampung. Ia menggoda anak-anak
sebayanya, menggoda anak-anak remaja diatasnya, dan bahkan orang-orang
tua. Hal ini bagi orang kampung sungguh menyebalkan.
Yah,
bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana
kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak
coklat menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap
dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat diplastik es
tersebut.
Pemandangan tersebut menjadi hal biasa
bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa! Tapi ini
justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak
orang sedang menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging
tentu saja menggoda orang yang melihatnya. Pemandangan itu semakin
bertambah tidak biasa, karena kebetulan selama tiga hari semenjak bocah
itu ada, matahari dikampung itu lebih terik dari biasanya.
Luqman
mendapat laporan dari orang-orang kampong mengenai bocah itu. Mereka
tidak berani melarang bocah kecil itu menyodor-nyodorkan dan
memperagakan bagaimana dengan nikmatnya ia mencicipi es kelapa dan roti
isi daging tersebut. Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu
kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap dilarang,
bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang
menyeramkan.
Membuat mundur semua orang
yang akan melarangnya. Luqman memutuskan akan menunggu kehadiran bocah
itu. Kata orang kampung, belakangan ini, setiap bakda zuhur, anak itu
akan muncul secara misterius. Bocah itu akan muncul dengan pakaian
lusuh yang sama dengan hari-hari kemarin dan akan muncul pula dengan es
kelapa dan roti isi daging yang sama juga! Tidak lama Luqman menunggu,
bocah itu datang lagi. Benar, ia menari-nari dengan menyeruput es
kelapa itu.
Tingkah bocah itu jelas
membuat orang lain menelan ludah, tanda ingin meminum es itu juga.
Luqman pun lalu menegurnya.. Cuma,ya itu tadi,bukannya takut, bocah itu
malah mendelik hebat dan melotot, seakan-akan matanya akan keluar.
“Bismillah.. .” ucap Luqman dengan kembali mencengkeram lengan bocah
itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir,kalau memang bocah itu bocah
jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini.
Kalau
memang bocah itu “bocah beneran” pun, ia juga akan cari keterangan,
siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu. Mendengar ucapan bismillah
itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan Luqman. Luqman pun
menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke
rumah. Gerakan Luqman diikuti dengan tatapan penuh tanda tanya dari
orang-orang yang melihatnya. “Ada apa Tuan melarang saya meminum es
kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?”
tanya bocah itu sesampainya di rumah Luqman, seakan-akan tahu bahwa
Luqman akan bertanya tentang kelakuannya.
Matanya
masih lekat menatap tajam pada Luqman. “Maaf ya, itu karena kamu
melakukannya dibulan puasa,” jawab Luqman dengan halus,”apalagi kamu
tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan
lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu..”
Sebenarnya Luqman masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak
itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum Luqman selesai. Ia menatap
Luqman lebih tajam lagi.
“Itu kan yang
kalian lakukan juga kepada kami semua! Bukankah kalian yang lebih
sering melakukan hal ini ketimbang saya..?! Kalian selalu
mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan
pada sebelas bulan diluar bulan puasa? Bukankah kalian yang lebih sering
melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta
sebanyak-banyaknya dan melupakan kami? Bukankah kalian juga yang selalu
tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis? Bukankah kalian yang
selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara
kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian
menjemput ajal..?! Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran
waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus? Ketika bedug
maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada
kerakusan kalian…!?” Bocah itu terus saja berbicara tanpa memberi
kesempatan pada Luqman untuk menyela.
Tiba-tiba
suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan
terdengar “sangat” menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba. “Ketahuilah
Tuan.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski
bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa
kami makan. Sementara Tuan hanya berpuasa sepanjang siang saja.
Dan
ketahuilah juga, justru Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan lah
yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya,
lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fithri? Bukankah
kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar
biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya
dengan istilah menyambut Ramadhan dan ‘Idul Fithri? Tuan.., sebelas
bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan
Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula. Tuan.., kalianlah
yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan
tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang telah saya
lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil
seperti kami…! Tuan.., sadarkah Tuan akan ketidak abadian harta?
Lalu
kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara berlebih? Tuan..,
sadarkah apa yang terjadi bila Tuan dan orang-orang sekeliling Tuan
tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?
Bahkan, berlebihannya Tuan dan orang-orang di sekeliling Tuan bukan
hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah
Tuan akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa? Tuan.., jangan merasa
aman lantaran kaki masih menginjak bumi.
Tuan…,
jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan
‘tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu
dengan bumi kelak….” Wuahh…, entahlah apa yang ada di kepala dan hati
Luqman. Kalimat demi kalimat meluncur deras dari mulut bocah kecil itu
tanpa bisa dihentikan. Dan hebatnya, semua yang disampaikan bocah
tersebut adalah benar adanya! Hal ini menambah keyakinan Luqman, bahwa
bocah ini bukanlah bocah sembarangan. Setelah berkata pedas dan tajam
seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan Luqman yang
dibuatnya terbengong-bengong.
Di
kejauhan, Luqman melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi. Begitu
sadar, Luqman berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya
kampung Ketapang. Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa
dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu. Di tengah deru nafasnya
yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi semuanya
menggeleng bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran didepan
rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah Luqman, bocah itu benar-benar misterius, dan sekarang ia malah menghilang.
Luqman tidak mau main-main. Segera ia putar langkah, balik ke rumah. Ia
ambil sajadah, sujud dan bersyukur.
Meski
peristiwa tadi irrasional, tidak masuk akal, tapi ia mau meyakini
bagian yang masuk akal saja. Bahwa memang betul adanya apa yang
dikatakan bocah misterius tadi. Bocah tadi memberikan pelajaran yang
berharga, betapa kita sering melupakan orang yang seharusnya kita
ingat..
Yaitu mereka yang tidak
berpakaian, mereka yang kelaparan, dan mereka yang tidak memiliki
penghidupan yang layak. Bocah tadi juga memberikan Luqman pelajaran
bahwa seharusnya mereka yang sedang berada diatas, yang sedang
mendapatkan karunia Allah, jangan sekali-kali menggoda orang kecil,
orang bawah, dengan berjalan membusungkan dada dan mempertontonkan
kemewahan yang berlebihan. Marilah berpikir tentang dampak sosial yang
akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara
yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.
Luqman
berterima kasih kepada Allah yang telah memberikannya hikmah yang luar
biasa. Luqman tidak mau menjadi bagian yang Allah sebut mati mata
hatinya. Sekarang yang ada dipikirannya sekarang , entah mau dipercaya
orang atau tidak, ia akan mengabarkan kejadian yang dialaminya bersama
bocah itu sekaligus menjelaskan hikmah kehadiran bocah tadi kepada semua
orang yang dikenalnya, kepada sebanyak-banyaknya orang.
Kejadian bersama bocah tadi begitu berharga bagi siapa saja yang
menghendaki bercahayanya hati. Pertemuan itu menjadi pertemuan yang
terakhir. Sejak itu Luqman tidak pernah lagi melihatnya. Luqman rindu kalimat-kalimat pedas dan
tudingan-tudingan yang memang betul adanya. Luqman rindu akan kehadiran
anak itu agar ada seseorang yang berani menunjuk hidungnya ketika ia
salah.
--Ya Allah maafkan segala kekhilafan ku---
Terimakasih sudah membaca.
Popular Posts
-
Di era sekarang mudah sekali mencari data tentang seseorang, mulai dari sosial media, blog, hingga ponsel. Begitu juga dengan mudahnya m...
-
Imam seorang mahasiswa politeknik di Bandung tergolong orang yang sering membuat masalah dikampusnya karna sifatnya yang tempramental. ...
-
Android Work by Dede Sutisna Sekarang ini bisa kita bilang eranya Smartphone, dan ada 3 OS yang paling terkenal seantero jagat, Ios, W...
-
Fotonya om gugel Sudah banyak orang mungkin yang mengetahui tentang Junk food yang tidak memiliki nilai gizi dan malah akan membuat k...
-
Akhirnya bisa nulis lagi.. Ada perangkat baru yang menemaniku melanjutkan hidup, ada sarana baru sekedar berkeluh kesah tentang hidup, ada...
-
This is Mind Work before you sleep.. Sebelumnya baca juga Notice ini. Mutia dan ke 5 temannya hendak merencanakan sebuah acara lib...
-
My litle family Mau ngomong Dede junior lagi nih... emang ga ada abisnya kalo ngomongin dia, abisnya tingkah lakunya makin hari makin ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar