Kota Temaram

Langkah-langkah kaki itu masih terdengar riuh ramai dikota yang hampir tengah malam ini, suara bising kendaraanpun berlomba-lomba menyingkirkan senyap malam ini. Mereka bilang kota ini tidak pernah tidur, kehidupannya hanya berganti, bergantian mengais rejeki.

Jam ditanganku menujukan pukul 23:48, ya.. memang hampir tengah malam, tapi apa yang aku lakukan ditengah malam ditengah-tengah kota ini??

Aku hanya berkeliling tapi bukan sebagai petugas ronda seperti dikampung-kampung, aku mengitari banyak sudut kota, hanya sekedar lewat, melihat kehidupan malam disana, ini aku lakukan untuk mendinginkan perasaanku saja dan menikmati jalan halus kotaku tercinta yang tak pernah aku bisa dinikmati ketika siang. Karna  macet.

Banyak sekali cerita tentang ibu kota ini, dari mulai gubernurnya yang fenomenal, sampai musibah banjir yang setiap tahunnya selalu datang.

Banyak penulis yang yang menceritakan tentang kehidupan di ibu kota ini, bisa kalian cari dibuku-buku atau sekedar googling, saya ingin pula menceritakannya, tapi yang pasti akan sangat panjang lebar kalau semua yang saya tau tentang kota ini saya tulis disini.

Saya hanya akan menceritakan beberapa pengalaman saya  hidup di kota ini. Jakarta bukan tempat yang asing buat saya, karna saya memang dilahirkan disini tahun 1987, dibilangan Palmerah Jakarta barat, kampung yang aga sedikit disesaki dengan rumah-rumah penduduk yang kian harinya kian padat. Masa kecil saya saya lewati di gang-gang sempit, berlarian bersama teman, main kelereng atau berusaha susah payah untuk sekedar menerbangkan layang-layang, tersangkut ditiang listrik atau genteng rumah tentangga itu sudah biasa.

Saya ingat sedikit walau aga samar pada saat usia saya 4 tahun Palmerah ini sempat banjir besar, rumah sayapun kebanjiran, tapi yang saya ingat ketika itu, saya hanya senang-senang dan yang lainnya lupa.

Sekolah dasar saya juga dijakarta walaupun hanya sampai kelas 2  saja, karna setelah itu keluarga saya pindah kekampung. Walaupun umur saya baru 7 tahun ketika itu saya masih ingat ketika saya menangis meninggalkan semua. Pagi itu Bapak dan Ibu saya sedang mengepak seisi rumah, mereka tidak bercerita apapun hanya sesekali bilang kalau kita semua akan pindah kekampung, saya bingung kenapa kita harus pindah, saya menolaknya, saya tidak mau meninggalkan semua teman saya disini.. bayangkan saja kesedihan anak lelaki umur 7 tahun yang harus meninggalkan semua teman-teman dan kesenangannya. Dan sampai sekarang saya masih belum tau alasan pasti kenapa keluarga kita pindah dulu. Dan saya masih mengingat kesedihan itu.
Sudahlah, saya tidak akan bercerita banyak tentang itu. Hari-hari saya selanjutnya saya jalani disebuah kampung, Dusun Manganti, Desa Sidarahayu, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.

Saya melanjutkan sekolah disana, sesekali ketika saya libur sekolah Bapak saya mengajak saya untuk liburan keJakarta, saya bertemu teman sewaktu kecil, saya senang dan kita masih bisa bermain bersama meski untuk sejenak.

Setelah sekolah saya selesai meski hanya sampai SMK, saya putuskan untuk kembali kekota kelahiran saya, keJakarta untuk bekerja seperti banyak orang lain dari daerah yang lain yang setiap saat berbondong-bondong datang keJakarta untuk mengais rejeki.
Tahun 2005 bulan Agustus pertama saya menginjakan kaki kekota ini sebagai orang dewasa yang ingin mencari rejeki sendiri, meski diJakarta ada Bapak saya, tetap saja saya harus berjuang sendiri.

Saya tinggal dibilangan Kedoya Jakarta Barat, sebetulnya banyak yang terjadi sebelum saya tinggal disini, tapi saya belum berniat menceritakannya karna ini bukan tentang saya tapi tentang ibu kota ini. Saya mulai banyak teman, saya mulai mengetahui jalan-jalan dijakarta yang terkenal rumit yang bisa membuat orang tersesat kalau tidak tau.

Salah satu pengalaman menarik saya disini adalah tahun 2007 kalau tidak salah bulan februari waktu itu. Jakarta dilanda banjir besar bahkan rekornya belum terpecahkan sampai saat ini. Tidak sampai membanjiri tempat saya hanya wilayah sekitar tempat saya semuanya terendam, banyak juga dibelahan kota yang lain juga ikut terendam banjir,  2 minggu kota ini lumpuh total tanpa kegiatan yang berarti, banyak perusahaan atau toko-toko yang meliburkan karyawannya, aktifitas yang bisanya terlihat ketika itu semuanya hilang, hanya genangan air dimana-mana.

Menjadi relawan banjir mau tidak mau harus saya lakukan ketika itu, karna saya punya beberapa teman yang bekerja disebuah stasiun TV swasta yang kantornya juga terendam banjir cukup parah, mereka mengajak saya untuk sekedar membeli makanan untuk para pengungsi korban banjir atau menyediakan peralatan-peralatan kebutuhan mereka.
Bermain perahu karet mengelilingi perumahan yang tergenang banjir untuk membantu penghuni rumah yang ingin keluar, atau menjaga lingkungan agar tidak terjadi pencurian. 

Memang banyak yang membantu dari tim SAR sampai TNI tapi karna bencana ini memang besar maka mereka harus terbagi kebanyak wilayah banjir.
Dan setalah bertahun tahun setelah peristiwa itu, banjir jakarta yang diharapkan bisa hilang masih tetap saja mampir kekota ini sampai saya tulis tulisan ini, kejadiannya sama hanya volume airnya saja yang berkurang. Saya tidak posting foto, kalian lihat saja diacara TV begitu memprihatikan.

Untuk tradisi musibah itu saya tidak bisa berbicara banyak, pola hidup warga kota ini yang mengakibatkan semuanya terjadi, itu saja. Saya hanya berharap semoga ditahun-tahun kedepan banjir ini bisa diminimalisir atau dihilangkan selamanya.
Itu hanya sekilas tentang pengalaman saya berbanjir-banjir ria di kota ini.

Nampaknya tulisan saya mulai keluar konteks, kita kembali ke situasi diatas dimana hampir tengah malam saya berada ditengah-tengah kota ini. Dibilangan Monas tidak didalamnya disekirannya saja, di depan saya nampak air mancur yang sudah tidak mancur lagi. Kendaraan yang masih ramai lalu lalang menghiasi.

Saya melawati Istana Negara ( yg kerap tergenang banjir juga) balai kota gubernur DKI, dan banyak gedung-gedung pemerintahan disekitarnya. Lantas saya mengendarai sepeda motor saya kearah kota tua, saya biasa main kesana, untuk sekedar cari udara malam atau besantai dengan mantan pacar saya dulu yang kini jadi istri saya.

Sebelum sampai kesana saya melewati sekitaran jalan Gajah Mada, yang tinggal dikota ini mungkin tidak asing, tapi saya ceritakan sedikit saja, disepanjang jalan ini banyak sekali tempat hiburan malam, mulai dari diskotik, karoke dan tempat-tempat 'minus' lainnya, kupu-kupu malam menambah semarak suasana disini.
Jujur saja saya tidak pernah sekalipun menyambangi tempat-tempat itu, hanya ditahun 2009 saya pernah ikut merenovasi salah satu diskotik besar yang ada disana, hanya sebagai pekerja.

Kehidupan malam disini kental sekali dengan nuansa senang-senang, wanita penghibur, musik yang menghentak dan apalagi yah.. saya rasa kalian tau maksud saya.
Yang saya herankan mungkin sedikit dipikirkan orang adalah lokasi tempat itu sendiri. Bagi yang sudah tau tempat ini pun mungkin kurang menyadarinya. Tempat ini berada hanya beberapa ratus meter dari Istana Negara dan komplek gedung pemerintahan lainnya. Saya sudah mengecek  keberbagai tata kota pemerintahan dinegara yang lain sebelumnya, dan yang saya temukan sangat memprihatinkan, ternyata hanya INDONESIA  yang Istana Negaranya berdekatan dengan tempat (maaf kalau saya harus bilang) prostitusi. Dinegara lain radius 10 Km komplek pemerintahan itu bersih dari tempat semacam itu. Bukan hanya Istana Negara saja gedung yang kita banggakan DRP MPR  tak jauh hanya beberapa ratus meterpun terdapat tempat seperti itu hanya saja diperuntukan khusus bagi kalangan kelas atas, saya tau karna saya tahun 2008 sampai 2011 ikut membangun salah satu diskotik yang berada disana.(ingat pekerjaan saya sebagai kontraktor property, dan ini bagian dari pekerjaan, sudahlah.. tar disangka promosi pekerjaan saya lagi..)

Mungkin saya harus bilang kalau tata kota ini benar-benar berantakan, saya tidak tau apakah tempat-tempat semacam itu sudah ditertibkan atau tidak dan saya tidak berniat mengomentari.

Tulisan ini dibuat tidak untuk menyinggung pihak manapun, menyalahkan pihak manapun, dan saya hanya menceritakan sedikit yang saya tau tentang kota ini.
Masih banyak sebetulnya cerita tentang kota ini bukan hanya kehidupan malamnya saja, kebudayaannya, acara diwaktu-waktu tertentu akhir ini-ini juga menambah semarak kota Jakarta.

Banyak orang dari berbagai daerah datang ke kota ini, untuk mengadu nasib, mempertaruhkan peruntungannya dikota ini, banyak yang berhasil tapi tidak sedikit pula yang gagal.

Pukul 01:35 saya pulang, sasampainya dirumah bukan kantuk yang saya rasakan, saya harus menulis ini selagi saja bisa merasakan kalau Jakarta dekat dihati saya.

Dan pada akhirnya harapan saya pribadi untuk kota ini adalah (mungkin sedikit muluk-muluk) saya ingin pusat pemerintahan negeri ini dipindahkan saja ke Kalimantan (entah bagaimana carany). Agar kota ini benar-benar menjadi kota tempat hiburan, liburan, usaha, besenang-senang bersama keluarga, sahabat dan semuanya. Tidak tau kapan itu terrealisasi, tapi saya akan selalu mengharapkannya.

Terimakasih telah membaca sedikit cerita saya tentang Jakarta. Lain waktu saya akan lengkapi ceritanya.

--ENJOY JAKARTA--

dede sutisna

Diehard fansnya Sheila on 7 dan Sum41, Blogger yang jarang posting, Masih suka nonton Doraemon dan penggemar game Fifa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar