Duka Dellila

Dibangku taman pukul 7 malam Dellila menunggu kekasihnya datang untuk menjemputnya, kekasih yang telah lama berjuang demi restu orang tua yang tak kunjung didapat, dan sekian waktu cinta mereka berlalu dibalik paksaan hati.
Harus seperti itu cara agar mereka tetap bisa bersama, kadang bersembunyi, kadang ada waktunya melawan.
Alasan kedua orang tua Dellila klise, Pram bukanlah sosok pria yang diharapkan untuk bersanding dengan putri semata wayangnya, bersama Pram, Dellila hanya akan mendapatkan kesengsaraan, dia pria miskin berbeda dengen Dellila, keluarganya tidak sederajat dengan keluarga Dellila, hal-hal yang selalu diulang-ulang dalam setiap pembicaraan kedua orang tuanya dengan Dellila.

Cinta mereka memang sulit, keyakinan keduanya yang bisa mengalahkan semuanya.

Ditempat lain,
"Pram, kamu mau kemana?" Tanya lirih seorang ibu yang berada dikursi roda, dan itu ibunya Pram.
"mau ketemu Dellila bu"
"kenapa kamu masih memaksakan hati kamu untuk terus disakiti?"
"hati Pram tidak sakit bu, Pram mencintai Dellila sepenuh hati, Pram bahagia bisa bisa bersamanya, ya.. meski kedua orang tuanya  tidak setuju, Pram tetap akan berjuang"
"Dengan apa?" Tanya ibunya.
"Dengan segala yang Pram miliki, Pram ingin menikahinya Bu.."
"Ketahuilah Nak, tidak semua yang kita ingikan bisa kita dapatkan, meski harus diperjuangkan tapi jangan sampai mengorbankan semuanya" ujar ibunya.
"Iya bu Pram mengerti..."
Dan Pram pun pergi dari rumah untuk menemui Dellila.

Diperjalanan, ia melihat lagi ayahnya yang sedang berjudi dan mabuk-mabukan, Pram tidak ingin memperdulikannya, tapi hatinya berkata lain. Akhirnya Pram menghampiri ayahnya yang sedang berjudi,
"bapa, kenapa bapa berjudi lagi?" Tanya Pram lantang pada ayahnya.
"sudah pulang saja anak sial, urusi saja ibumu yang lumpuh itu"
Tiba-tiba sekelompok preman datang menghampiri Gito, ayahnya Pram yang sedang berjudi,
"Gito, kapan kau bayar hutang-hutangmu yang sudah banyak itu" teriak salah satu preman itu pada ayahnya Pram.
"Saya belum ada uang bang, nanti kalau saya menang judi saya bayar hutang-hutang ke abang"
"Arrrggghh....." preman itu mulai meluapkan kekesalannya dan merusak meja judi itu, dan yang lain berhamburan pergi karna memang preman itu yang paling ditakuti diwilayah itu. Terkecuali Pram dan ayahnya.
"Saya sudah bosan dengan janji-janji busuk kamu" ancam preman pada ayahnya Pram sembari menodongkan pisau tajam.
"I..i..iya bang pasti saya bayar, tapi tidak sekarang"
"Berapa hutang ayah saya" tanya Pram.
"300 juta" astaga.. Pram terhenyak
"untuk apa bapa uang sebanyak itu" gumam Pram.
Dan kekesalan preman itupun semakin memuncak, ia memukuli ayahnya Pram, dan Pram pun membela ayahnya tapi karna preman-preman itu lebih banyak dan lebih kuat, Pram harus rela melihat ayahnya dipukuli, begitu juga dirinya.
Tak disangka salah satu preman itu mengeluarkan sebuah pisau tajam dan tanpa ragu ia menusukan pisau itu kearah perut ayahnya Pram berkali-kali.
"Tidaaaakkk..." Pram berteriak. Ia langsung menghampiri ayahnya yang sedang sekarat.
"Pergi saja kamu, mereka bisa membunuhmu" ujar ayahnya pram sambil terbata.
"Jaga ibumu baik-baik, maafkan bapa nak..." dan ayahnya Prampun meninggal seketika dipelukannya.

"Dia mati Bos" bisik salah satu preman pada Bosnya.
"Bagaimana dengan anaknya, kalau kita lepaskan dia bisa lapor polisi tentang kejadian ini"
"Bunuh saja dia, selesaikan masalah.."

Preman itu tanpa ragu menembakan besi panas kearah dada Pram.

"Dooorrrr...."

Pram sekarat.

Diantara sekaratnya yang hidup mati semuanya seolah melambat, bayangan tentang kewajibannya menjaga dan merawat ibunya muncul, tak kuasa ia meneteskan air mata. Ia akan meninggalkan ibunya yang lumpuh hidup sendiri, apa yang akan terjadi dengan ibunya, fikirnya.
Ia mulai membayangkan tentang cinta sejatinya Dellila, Pram bernjanji untuk menemui Dellila malam itu, bukan untuk sekedar pertemuan biasa sepasang kekasih tapi pertemuan yang sudah direncanakan dan difikirkan berulang kali.

Beberapa hari sebelum malam itu terjadi. Pram dan Dellila sudah tidak bisa menahan rasa cinta mereka untuk bersama, mereka tidak sanggup lagi mengkuti keinginan kedua orang tua Dellila yang tidak setuju dengan hubungan keduanya. Akhirnya mereka merencanakan untuk kepergian Dellila dari rumah dan ditaman itu adalah tempat Pram akan menjemput Dellila pergi dari kehidupan keluarganya.

"Dellila sayang, percaya padaku, aku akan ajak kita ketempat bahagia, aku berjanji tidak akan meninggalkanmu, tidak akan menyakiti perasaanmu, akan selalumu mencintaimu, percayalah."
"Aku percaya"
"Tunggu aku di bangku taman itu, aku berjanji aku pasti datang menjemputmu apapun yang terjadi"

Pram teringat semua janjinya pada Dellila, air matanya semakin mengalir deras, sederas darah yang keluar dari tubuhnya. Ia tau ia takkan mapu menepati janji pada ibunya dan Dellila. Sebentar lagi ia akan mati, meningglkan semuanya, meninggalkan ibundanya yang menunggunya dirumah dan Dellila yang masih setia menunggunya datang menjemputnya dibangku taman.

Waktu semakin malam, Resah Dellila yang menunggu semakin memuncak. Dellila yakin Pram pasti akan datang menjempunya karna Dellila percaya pada janji Pram.

Dirumahnya Dellila, ayah dan ibunya Delila baru menyadari kalau yang tertidur di ranjang itu hanya sebuah guling, dan bukan puteri kesayangannya.
"Pah.. Dellila tidak ada dikamar.." teriak mamanya Dellila
"Pasti Dellila kabur pah.." rengek tangis mamanya Dellila yang membuat suasana mulai kacau
"Kita harus cari Dellila pah.."
"Kenapa Dellila pergi pah.."

Dimeja kamar ayahnya menemukan secarik surat yang ditinggalkan Dellila, yang isinya

" buat papa dan mama, aku minta maaf , aku harus pergi menjemput kebahagianku sendiri,
papa dan mama terlalu egois dan mementingkan kebahagiaan pada dan mama tanpa memikirkan perasaan dan kebahagiaanku.
Pram adalah pria yang aku pilih untuk bahagia bersamanya, dengan apa yang aku lakukan pastinya ini tidak membuat papa dan mama senang,
Papa dan mama harus ingat Dellila itu bukan boneka mainan papa dan mama, aku punya cinta yang tulus dan cinta itu tulus untuk Pram,
ia pun sama, Pram mencintaiku dengan tulus sepenuh hatinya, aku sangat berharap papa dan mama bisa menengerti aku dan Pram, tapi nyatanya tidak, papa dan mama hanya menghina Pram, menganggapnya sampah, seolah tak berarti apa-apa, padahal Pram korbankan jiwa dan raga untuk kebahagiaanku, sadar atau tidak papa dan mama juga sudah menghina perasaan Dellila"

Raungan tangis ibunda Dellila semakin keras, ayahnyapun tak kuasa menahan air matanya jatuh menetesi kertas surat Dellila, mereka mulai menyadari kesalahan meraka selama ini. Papanya Dellila masih melanjutkan menbaca surat dari putrinya

"Aku hanya ingin hidup bahagia bersama Pram mah...
aku tidak mau terus membantahmu pah..
maafkan aku tidak bisa jadi anak yang baik untuk papa dan mama..
semoga kepergianku bisa menyadarkan papa mama kalau aku bisa bahagia bersama Pram.
Aku menyayangi papa dan mama,
Selamat tinggal"

Perasaan kedua orang tua Dellila carut marut, suasana kacau, mereka menangis menyadari kesalahan mereka.
"Kita harus cari Dellila mah.. "
"Iya pah.."
"Kita harus minta maaf  sama Dellila dan juga Pram"
"Kita biarkan saja mereka bersama"

Malam yang semakin dingin  membuat Dellila semakin resah menunggu Pram yang tak kunjung datang, ia tidak tau apa yang sebenarnya terjadi pada Pram,
Dellila mulai menangis, air matanya mengisyaratkan kekecewaan, kesedihan dan kemarahan.
"Kenapa kamu tidak menjemputku Pram?" Rintih lirihnya.
"Kamu sudah berjanji padaku, kita akan bahagia bersama kan.."
"Kamu dimana? Aku tetap akan tunggu kamu disini"

Kedua orang tua Dellila mencari disekitar rumah, bertanya pada beberapa orang yang lewat dijalan, tidak ada yang melihat Dellila, mereka yang terbiasa menggunakan mobil sebagai kaki mereka, kini mereka harus berlari mencari putri mereka, menyusuri malam gelap yang hampir tengah malam, mereka kembali bertanya pada seorang tukang sapu jalanan yang tidak pernah mereka lakukan sepanjang hidup mereka.
"Pak, apakah bapak pernah lihat putri saya ini lewat sini?" Ayahnya pram bertanya dengan penuh harap pada tukang sapu jalanan itu.
"Gadis ini saya lihat dari tadi dia duduk dibangku taman itu pak" jawabnya sembari menujuk kearah taman yang ia maksud.
"Ia menangis terus, wajahnya tertunduk lesu"
"Ia nampak murung pak"
"Terimakasih pak, kita akan susul kesana.."
Beberapa langkah kedua orang tua Dellila melangkah dengan tergesa, tukang sapu jalanan itu memanggil ayahnya Dellila
"Pak.. anak bukanlah perhiasan duniamu, ia berhak menentukan hidupnya sendiri, perlawanannya adalah bukti kalau dia manyanyangi kalian berdua"
"Tapi tenang saja pria yang mencinta putri bapak tidak akan mengganggu kalian lagi"
Dengan heran dan tidak mengerti maksud tukang sapu itu apa, merekapun malanjutkan langkah-langkahnya mencari putrinya.

Akhirnya mereka menemukan Dellila yang terduduk dibangku taman, tanpa ragu ibunda Dellila memeluk Dellila erat sembari menangis haru dan berucap
"Maafkan mama ya sayang.. mama janji akan buat Dellila bahagia.."
"Papa juga janji akan terima Pram dan menikahkan kalian berdua"
Dellila tidak menjawab keduanya, dia hanya menatap nanar, kosong dengan airmata yang yang terus membanjiri.
"Pram tidak datang mah.." lirih Dellila
"Dia sudah berjanji padaku untuk menjemputku" tangisnya yang semakin
akhirnya kedua orang tua Dellila membawa Dellila pulang.

Keesokan paginya, kedua orang tuanya mendapati Dellila sedang melamun, tatapannya kosong, sesekali menteskan air mata.
Kesedihan itu tampak tersirat jelas diwajah Dellila. Seperti langit kelabu yang berarak membawa badai yang siap menghantam semua yang dilewatinya
Tiba-tiba ponselnya Dellila berdering, ada telpon masuk dan itu dari Pram, Pram berkata dengan suara paraunya.
"Maaf Dellila sayang, aku tidak datang menjemputmu semalam, tapi aku akan menepati janjiku selalu bersamamu selamanya, aku ada dirumah"
Dellila meminta kepada kedua orang tuanya untuk menemaninya pergi kerumahnya Pram, dan mereka tidak menolak.

Dellila menujukan arah menuju ke rumah Pram, dengan wajah yang sedikit ceria karna dia tau kalau perasaan cintanya dengan Pram sudah mendaptkan restu kedua orang tuanya.
Sesampainya dipelataran rumah Pram, suasana duka justru sangat terasa,
"ada apa yah?" Dellila binggung..
"Sepertinya ada yang meninggal, itu ada bendera kuning" sahut ibunda Dellila.
"Kita lihat saja kesana" ujar ayahnya.

Dellila mulai memasuki rumah Pram yang tampak banyak pelawat yang datang, Dellila menatap ibundanya Pram yang  terduduk sedih diatas kursi roda dan memandangi kedua jasad yang ada dihadapannya,
"Selamat pagi bu.." sapa Dellila
Ibundanya Pram tidak memjawab, hanya menangis sesegukan
"Siapa yang meninggal bu?" Tanya Dellila lagi,
"Tadi pagi Pram kirim sms buat Dellila bu, katanya Pram mau ketemu Dellila dirumah"
Tangis ibunda Pram semakin kuat
Dengan perasaan yang semakin bingung Dellila kembali bertanya.
"Pramnya kemana ya bu?"
Ibundanya pram tidak menjawab satu katapun, dengan perlahan dia hanya menujukan jarinya kearah jasad yang tertutupi kafan.
Perlahan Dellila menghampiri jasad itu, ia membuka kafan penutup wajah jasad itu dan didapati jasad Pram yang sudah tidak bernyawa lagi.
Dellila tertawa karna beberapa saat yang lalu Pram masih menelponnya.
"Ini tidak mungkin, ini bukan Pram, dimana Pram bu..." teriak Dellila  yang membuat semua orang hening.
"Pram sudah berjanji takkan meninggalkanku..." teriaknya semakin lantang..
Ia menangis dan memegang wajah jasadnya Pram dan berkata.
"Sayang.. papa sama mama sudah setuju hubungan kita, kita bisa segera menikah, ayo bangun sayang.."

Hancur semua perasaan Dellila, buminya seakan runtuh, jiwanya ikut mati bersama Pram.

Duka Dellila tidak bisa diungkapkan dengan cara apapun, luka itu terlalu dalam untuk diobati dan dimengerti..

Setiap hari setelah kejadian itu Dellila kini tinggal dirumah sakit jiwa, karna jiwanya terganggu, perasaan dan hatinya mati bersama Pram.
Kemurnian cinta keduanya akan tetap bersatu apaun yang terjadi.

Pram menepati janjinya, setiap malam Rohnya Pram datang menemui Dellila dirumah sakit jiwa, mereka bahagia disana.
Penuh kasih dan cinta.

Dan mereka melupakan dunia.

(Ditulis oleh Dede Sutisna 8 Januari 2014)










dede sutisna

Diehard fansnya Sheila on 7 dan Sum41, Blogger yang jarang posting, Masih suka nonton Doraemon dan penggemar game Fifa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar