Senja sore itu

Pria kurus berumur sekitar 27 tahun itu duduk termangu diatas pasir yang masih hangat karna mentari sepanjang siang,  pandangannya kadang ke arah laut lepas kadang tertunduk lesu, berulang kali ia melakukan itu hingga akhirnya ia meneteskan air mata. Entah mengapa aku tidak tau..
Sepertinya kesedihan yang amat sangat sedang mengerumuninya, seolah semesta ini tidak berpihak padanya, langit-langit runtuh dan samudra mengering.

Ia menggenggam segenggam pasir  dan melemparkannya tidak jelas, kepalan tangannya yang kuat ia hujamkan ke pasir itu, seolah kemarahan yang amat sangat sedang memperoloknya. Entah mengapa aku tidak tau..
Seperti pedang tajam yang siap menebas apapun dihadapnya, batu karang tajam yang tumbuh mekar dihatinya..

Semakin lama kuperhatikan, semakin aku ingin tau apa yang sebenarnya ia rasakan, begitu dalam sepertinya peristiwa hidup yang ia alami, penuh kesedihan, kemarahan, nyaris tanpa senyum.
"Ahh.. mau apa aku mendekatinya"
"Aku tidak mengenalnya, biarlah ia selesaikan masalah hidupnya sendiri" hati manusiawi ku bergumam.
"Coba saja dekati, jangan tanya kenapa, biarkan saja dia yang mulai bercerita" hati nuraniku bersuara.

Beberapa saat aku berpikir sembari terus memperhatikan tingkah kesedihan dan kemarahannya, akhirnya aku putuskan menghampirinya.
"Hey.. " aku menegurnya
"Siapa kamu?"
Aku tidak menjawab, aku hanya berkata "kesedihan dan kemarahan itu bagian dari hidup bung.."
"Haha.. tau apa kamu tentang kesedihan dan kemarahan" jawabnya tertawa nyinyir.
"Aku pernah merasakan kesedihan dan kemarahan, semua orang pernah merasakannya, banyak dari mereka yang melawan dan melewatinya, mencoba tetap bertahan hidup dengan perasaan yang bahagia"
"mereka itu membodohi diri mereka sendiri" ujarnya lantang.

Aku semakin tidak mengerti perasaan orang ini, aku sempat berfikir mungkin orang ini gila, lebih baik aku tinggalkan saja.
"kesedihanku tidak sesederhana yang kamu bayangkan" dia berkata dan itu membuatku berfikir kalau orang ini tidak gila.
"kemarahanku tidak akan cukup kamu mengerti" dan dia mulai bercerita.
"Aku terdampar dikehidupanku yang bodoh ini, tidak lagi mengenali hitam putih warna warni dunia"
"Aku sipengelana yang hilang tujuan, seperti Nabi yang kehilangan sabdanya"
"Aku menjerit tidak ada yang mendengar, dan ratapanku hanya membuat aku terlihat lebih busuk"
"Setiap kali aku susun lego-lego kabahagiaanku, seketika itu pula angin yang tak jelas asalnya itu memporak-porandakan semuanya"
"Aku mata air yang diharapkan hadir digurun yang panas, tapi setelah kehadiraku orang tidak meminum airku, karna orang menganggap airku tak layak diminum"
"Waktupun semakin mengkerdilkan perasaanku tentang banyak hal, sudah kulawan tapi aku tidak cukup tangguh untuk bertahan"
"Aku berjalan dilorong gelap tanpa sebatang lilin, dan ketika malam tiba seketika aku dilumat olehnya"
"Ketika mentari mulai bersinar, aku sadar aku punya tujuan dilorong itu, ya... kearah mentari terang"
"Tapi belum aku sampai kesana, lagi-lagi gelap melumat keberadaanku"

Dia menghela nafas dan berhenti bercerita, Aku masih saja bingung dengan perkataannya, aku hanya coba mengerti menelaah kata-kata yang diucapkannya.
"Kamu lihat pantai dan lautan lepas itu?" Dia bertanya padaku.
"Iya, kenapa?"
"Laut itu bersih, biru, mempesona siapapun yang menyelaminya"
"Bayangkan dari tempat kita duduk saat ini, lautan itu berubah kotor, airnya keruh, sampah mengambang diantaranya"
"Pasirnya tidak lagi putih seperti ini, coklat nyaris kehitaman"
"Apakan kamu masih akan datang kesini dan menikmati matahari terbenam disini?" Tanyanya lagi padaku.
"Aku rasa tidak akan ada yang datang menikmati pantai ini, tidak akan ada keluarga yang mau bermain airnya"
"Suasananya akan sangat berbeda dari yang kita saksikan sekarang disini"
"tidak ada orang disini kecuali aku, tidak ada aroma pantai karna tertutupi bau busuk sampah, suasananya akan senyap dari celoteh-celoteh manusia lainnya"
"Semuanya berubah kecuali satu"
"Apa?" Tanyaku.
"Kamu lihat mentari itu, apapaun yang terjadi dengan pantai dan lautan ini, Ia tetap saja akan terlihat tenggelam dipantai ini"

Seketika suasana hening, aku mulai mengerti arah pembicaraannya.

"Orang lebih cenderung meninggalkan sesuatu yang kotor dari pada mencoba membersihkannya, dan segala sesuatu yang kotor hanya akan membusuk membangkai dan hilang" ia menghela nafas.

Aku tidak ingin bertanya apa yang sebenarnya telah terjadi padanya tadinya, tapi rasa penasaran ini semakin menjadi-jadi,  dengan tidak enak hati akhirnya aku tanyakan juga.
"Apa yang sebenarnya terjadi padamu??"
"Kenapa kamu bertanya?"
"Kenapa pertanyaanku di dijawab pertanyaan juga?"
"Kenapa aku harus menjawab pertanyaanmu?" Jawabnya ketus.
Aku diam.

Sepertinya aku sudah harus mengakhiri omong kosong ini, tapi ketika aku ingin beranjak pergi, dia mulai lagi dengan ceritanya.

"20 tahun yang lalu ada seorang anak lelaki yang membunuh ayahnya kandungnya sendiri, didepan ibu kandungnya sendiri" 
"Wow.. sadis sekali" dalam benakku.
"Ayah anak itu selalu berlaku kasar pada keluarganya, dia tega menganiyaya istri dan anaknya, kesukaannya berjudi, mabuk-mabukan, berzina, entah apa lagi"
"Hampir setiap hari dilalui anak lelaki itu dengan kekerasan dari ayahnya"
"Hingga akhirnya dia kumpulkan seluruh keberanian dan kekuatannya untuk melawan ayah kandungnya sediri, menyelamatkan ibu dan adik perempuannya"
"Dan malam itu kejadian itu terjadi"
"Ayah yang brengsek itu baru pulang mabuk-mabukan dan berjudi"
"Di berteriak kepada ibu anak lelaki, untuk segera membukakan pintu dan melayaninya"
"Karna kegaduhan yang terjadi, anak lelaki itu dan adiknya terbangun"
"Mereka melihat perlakuan kejam ayahnya kepada ibunya yang tidak berusaha melawan"
                  "Aarrgghhh.. istri sial.."
"ujar ayah anak lelaki itu kepada istrinya sembari menampar wajahnya"
"Setelah puas memukuli ibu dari anak itu, dia tergeletak mabuk di sofa"
"Ibu anak lelaki itu menangis dilantai rumah, dengan muka lebam akibat tamparan suaminya"
"Anak lelaki itu beserta adiknya menghampiri ibunya, ia berkata"
                  "Tenang saja bu, ini yang terakhir"
"Dia pergi kedapur, mengambil pisau dapur yang biasa digunakan ibunya untuk memasak"
                  "Apa yang akan kau lakukan nak?"
"Anak itu tidak menjawab pertanyaan ibunya, dai menghampiri ayahnya yang sudah tekulai lemah disofa"
"Tanpa ragu anak lelaki itu menggorok leher ayahnya"
"Hingga ayahnya tewas seketika"

"Sofa dan lantai rumah bersimbah darah, bau amisnya menyebar kesetiap penjuru rumah, dan itu malam berdarah bagi keluarga itu"
"Mereka menangis, tapi tidak dengan anak lelaki itu, dia senang karna penderitaan keluarganya sudah berakhir"
"Warga yang mendengar keributan itu berdatangan kerumah"
"Sontak mereka kaget melihat yang terjadi dirumah itu"
"Dan tidak lama kemudian polisi pun datang mengamankan semuanya"
"Setelah beberapa bulan proses hukum berjalan, akhirnya anak itu di vonis 8 tahun penjara"
"Bayangkan saja anak lelaki yang baru berumur 7 tahun harus dipenjara selama 8 tahun, dan itu menghancurkan semua impiannya"

Aku kaget mendengar ceritanya, membuka imajinasiku tentang sebuah keberutalan yang ironis sekali. Aku tidak bisa berkata-kata lagi dan aku kembali hanya bertanya.
"Apa kamu tau apa yang terjadi selanjutnya pada anak lelaki itu?"

"Setelah 8  tahun anak lelaki itu dipenjara, akhirnya ia bebas, usianya 15 tahun saat itu"
"Masa kecil yang dialaminya didalam penjara hanyalah kekerasan dan penyiksaan"
"Anak itu ditempa dari dinding-dinding penjara yang dingin, didikannya pengap dan penuh darah"
"Meski kini ia bisa menghirup udara kebebasan, tetap saja jiwanya terpenjara, pengap, dan berdarah"

"Selama dipenjara ibu dan adik perempuannya tidak sekalipun menjenguk dia dipenjara, kata orang mereka pergi jauh, entah kemana.."
"Kini, anak lelaki itu berjuang sendiri, benar-benar sendiri"
"Dikampung tempat  ia tinggal dulu sudah tidak menerimanya lagi"
"Dia terasingkan lagi oleh keadaan"

"Akhirnya dia putuskan untuk pergi kekota besar saja, dan kehidupan keras di ibu kota hanya membuatnya jauh lebih beringas"
"Hati nuraninya terkikis jeruji-jeruji penjara"
"Dia lupa kalau dia membunuh ayah kandungnya dengan alasan yang sama yang dilakukannya sekarang"
"Bermacam kemaksiatan ia lakukan, karna dia benci ayahnya, dia benci ibu dan adiknya yg meninggalkannya begitu saja"
"Dia membenci semua orang disekitarnya"

"Saat usianya 20 tahun, anak itu kembali masuk penjara"
"Tertangkap kasus narkoba"
"Padahal sebelum dipenjara anak itu cukup memiliki kekayaan dari hasil jual narkoba"
"Semuanya kembali lagi keasal, dia merasakan lagi dingin dan pengapnya dinding penjara"
"Tapi kali ini bukan sebagai sosok yang teraniyaya"
"Dia lebih kuat dari sebelumnya, dia mampu melawan semua yang mengganggunya"
"10 tahun kedepan anak itu akan tetap berada disana"
"Tapi kali ini berebeda, setelah ia mengenal agama, belajar tentang kehidupan, kehidupan anak itu jadi lebih terarah"
"Banyak orang yang membimbingnya untuk lebih baik, dan ia pun belajar menata dirinya jadi lebih baik"
"10 tahun yang harusnya menjadi masa tahanannya tidak ia jalani sepenuhnya, setelah 6 tahun dipenjara akhirnya anak lelaki yang kini tumbuh dewasa itu dibebaskan"
"Diluar dinding penjara kini ia ingin  menjalani kehidupan yang lebih baik"
"Tapi sampai setahun ia mencoba menjalani hidup sebagai orang baik, anggapan orang selalu sinis padanya"
"Tidak ada yang mau mendekatinya, karna dia seorang mantan kriminal"
"Anak itu mulai putus asa pada kehidupannya"
"Ia ingin menjadi baik seperti yang lain"
"Ia juga ingin dihargai sebagai manusia yang bersih seperti yang lain"
"Tapi sampai anak lelaki itu duduk diatas pasir ini, semuanya tetap menganggap dia kriminal, tidak ada yang mendekatinya, tidak ada yang mau bersahabat dengannya"
"Anak lelaki itu Aku" tutup ceritanya.

Aku kehabisan kata-kata untuk sekedar mengomentari kisah hidupnya.

Yang pasti ketika kita mau memberikan sedikit ruang perasaan kita untuk mengerti kehidupan orang lain, disanalah letak hati nurani kita.

(Jangan tiru kekerasan yang digambarkan dalam cerita)

Ditulis oleh Dede Sutisna 9-13 januari 2014

dede sutisna

Diehard fansnya Sheila on 7 dan Sum41, Blogger yang jarang posting, Masih suka nonton Doraemon dan penggemar game Fifa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar